Beranda | Artikel
Penawar Pahitnya Musibah
3 hari lalu

Bersama Pemateri :
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr

Penawar Pahitnya Musibah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 19 Rabiul Awal 1446 H / 23 September 2024 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Penawar Pahitnya Musibah

Juga dari sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, “Kami duduk di dekat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan salah satu putri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus seseorang untuk memanggilnya serta memberi kabar bahwa anaknya sedang dalam kondisi sakratulmaut. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata,

ارْجِعْ إلَيْهَا، فأخْبِرْهَا: أنَّ لِلَّهِ ما أَخَذَ وَلَهُ ما أَعْطَى، وَكُلُّ شيءٍ عِنْدَهُ بأَجَلٍ مُسَمًّى، فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ

“Kembalilah kepadanya dan sampaikan bahwa sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, dan milik-Nya pula apa yang Dia berikan, dan segala sesuatu di sisi-Nya ada batas tertentu. Maka suruhlah dia untuk bersabar dan mengharap pahala dari Allah ‘Azza wa Jalla.”

Kemudian utusan tersebut kembali kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata, “Dia bersumpah meminta Anda untuk mendatanginya sendiri.” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri, dan ikut bersamanya sahabat Sa’ad bin Ubadah serta Mu’adz bin Jabal. Ketika sampai, anak kecil tersebut diangkat, dan napasnya tersengal-sengal seperti air yang dituangkan ke bejana dari kulit. Maka mengalirlah air mata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sa’ad bin Ubadah bertanya, “Apa ini wahai Rasulullah?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ini adalah kasih sayang yang Allah letakkan di hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah merahmati dari hamba-hamba-Nya yang saling berkasih sayang.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang penuh dengan ujian, dan setiap orang pasti menghadapi kemungkinan terkena musibah. Tidak ada rumah yang hanya dipenuhi kebahagiaan tanpa merasakan kesedihan, dan tidak ada keluarga yang terus-menerus merasakan kesenangan tanpa mengalami ujian. Allah ‘Azza wa Jalla pasti menguji setiap hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, lapar, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang ketika ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali). Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157).

Ayat-ayat ini menjadi pedoman bagi seorang muslim untuk mempersiapkan keimanannya ketika ditimpa musibah, baik dalam kesehatan, harta, anak, atau urusan lainnya.

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini menyatakan bahwa Allah mengabarkan bahwa Dia pasti menguji hamba-hamba-Nya untuk membedakan siapa yang jujur dan siapa yang dusta, siapa yang panik dan siapa yang bersabar. Ini adalah sunnatullah atas semua hamba-Nya. Sebab, jika kenikmatan terus-menerus diberikan kepada orang yang beriman tanpa ada ujian, maka akan terjadi kerusakan. Hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharuskan adanya perbedaan antara orang yang baik dan orang yang buruk.

Inilah manfaat dari ujian, bukan untuk menghilangkan keimanan orang yang beriman atau untuk mengeluarkan mereka dari agama, karena Allah tidak menyia-nyiakan keimanan hamba-hamba-Nya yang beriman.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan dalam ayat ini bahwa Dia akan menguji hamba-hamba-Nya dengan sedikit rasa takut dari musuh, juga rasa lapar. Seandainya Allah menguji dengan seluruh rasa takut dan lapar, mereka akan binasa. Padahal, tujuan ujian adalah untuk membedakan, bukan untuk membinasakan. Allah juga menguji dengan kekurangan harta, yang mencakup segala bentuk kehilangan harta, baik karena hama dari langit, maupun banjir, hilang, diambil penguasa yang dzalim, atau dirampok.

Selain itu, ada ujian berupa kekurangan jiwa, yakni meninggalnya orang-orang tercinta, seperti anak-anak, keluarga, atau sahabat dekat. Ujian ini juga dapat berupa berbagai penyakit yang menimpa orang-orang yang dicintainya. Ada pula kekurangan buah-buahan, baik dari biji-bijian, kurma, atau tanaman yang tidak berbuah, atau kekurangan sayur-sayuran, yang bisa disebabkan oleh tenggelam, kebakaran, atau terkena hama. Ini adalah ujian yang pasti terjadi, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Mengetahui telah mengabarkan hal tersebut.

Ketika ujian datang, manusia terbagi menjadi dua kelompok: mereka yang panik dan mereka yang sabar. Orang yang panik menghadapi dua musibah: kehilangan sesuatu yang dicintai, yaitu datangnya musibah itu sendiri, dan kehilangan sesuatu yang lebih besar lagi, yaitu pahala karena tidak bersabar. Orang tersebut mengalami kerugian ganda: musibah tidak hilang, keimanannya berkurang, dan dia tidak bersabar sehinggga tidak mendapatkan ridha dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya, Allah murka kepadanya.

Adapun orang yang diberikan taufik oleh Allah untuk bersabar ketika ditimpa musibah, ia menjaga dirinya untuk tidak berkeluh kesah baik dengan ucapan maupun perbuatan, karena ia mengharapkan pahala dari Allah. Ia menyadari bahwa pahala yang diperoleh dari kesabaran lebih besar daripada musibah yang menimpanya. Bahkan, musibah bisa menjadi nikmat baginya, karena menjadi jalan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Ia telah melaksanakan perintah Allah dan mendapatkan pahala.

Allah Ta’ala berfirman, “Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.” Maksudnya, berilah kabar gembira kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan pahala yang tidak terbatas. Orang-orang yang sabar adalah mereka yang mendapatkan kabar gembira yang besar dan karunia yang agung. Allah kemudian mensifati mereka dalam firman-Nya:

“Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah (semua yang menyakitkan hati atau badan atau keduanya), mereka mengatakan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali).” (QS. Al-Baqarah [2]: 156)

Ini artinya, kita semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, diatur di bawah kehendak dan ketentuan-Nya. Kita tidak memiliki kendali penuh atas jiwa, harta, atau apapun yang kita miliki. Jika Allah menguji kita dengan mengambil sebagian dari apa yang kita miliki, itu adalah pengaturan terbaik dari-Nya, karena Allah adalah sebaik-baik pengatur dan Dzat yang paling luas kasih sayangNya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatur segala sesuatu yang menjadi milik-Nya, termasuk harta dan kehidupan manusia. Maka tidak ada alasan untuk memprotes keputusan Allah, karena kesempurnaan penghambaan seorang hamba adalah ketika ia menyadari bahwa musibah yang menimpa berasal dari pemilik sebenarnya, yaitu Allah yang Maha Bijaksana, yang lebih sayang kepada hamba-Nya daripada hamba itu sendiri. Kesadaran ini membuat seorang hamba ridha bahkan bersyukur atas apa yang ditetapkan oleh Allah, meskipun ia mungkin tidak memahami kebaikannya pada saat itu.

Karena kita adalah milik Allah, kita akan kembali kepada-Nya pada hari kiamat. Pada hari itu, Allah akan memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalannya di dunia. Jika kita bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah ketika ditimpa musibah, kita akan mendapatkan balasan yang sempurna di sisi-Nya. Namun, jika kita berkeluh kesah dan panik, kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali kemurkaan dan tidak akan meraih pahala.

Seorang yang meyakini bahwa dirinya milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, akan semakin sabar ketika tertimpa musibah. Mereka inilah orang-orang yang diberi sifat kesabaran. Apa yang mereka peroleh adalah pujian dan disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kasih sayang-Nya. Dan di antara bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah Allah memberi taufik kepada mereka untuk bersabar. Dengan kesabaran itulah mereka akan mendapatkan pahala yang sempurna. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk, yang mengetahui kebenaran. Mereka menyadari bahwa diri mereka adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Mereka juga melaksanakan perintah Allah untuk bersabar.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa siapa pun yang tidak bersabar, akan mendapat kebalikannya. Ia akan dicela oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, diberi hukuman, tersesat, dan merugi. Betapa besar perbedaan antara dua kelompok ini: orang yang bersabar dan orang yang tidak bersabar. Sedikit rasa capek yang dirasakan oleh orang yang bersabar jauh lebih ringan dibandingkan dengan kepenatan besar yang dirasakan oleh orang yang tidak bersabar.

Dua ayat ini memberikan dua pelajaran penting. Pertama, agar kita mempersiapkan diri terhadap musibah sebelum terjadi. Dengan persiapan mental yang baik, musibah yang datang akan terasa lebih ringan dan lebih mudah dihadapi. Kedua, jika musibah benar-benar terjadi, kita harus bersabar.

Juga penjelasan yang membantu seseorang bersabar yaitu dia akan pahala. Jika mengetahui pahala sabar, ia akan semakin termotivasi untuk bersabar. Ujian ini merupakan sunatullah yang pasti terjadi dan tidak ada perubahan atas sunnatullah.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 yang penuh manfaat ini.

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Penawar Pahitnya Musibah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54508-penawar-pahitnya-musibah/